Sabtu, 01 Juli 2017

Cerpen



Rintiknya Membawa Rindu
            Malam begitu larut, hujan tak kunjung reda, apa yang harus kulakukan apabila sudah terlanjur sendirian? Angin malam pun terasa dingin menyentuh seluruh badanku. Disertai oleh hujan yang sudah sedari sore tadi turun dengan derasnya yang menambah dingin malam ini. Di kamar kos, aku bersama teman sekamarku menggosok-gosokkan kedua tanganku sambil kutiup hangat. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam dan suasana semakin sepi. Pandanganku mengarah ke jendela yang semakin gelap tertutup kabut dan rintikan hujan yang begitu deras. Sesekali ku cek handphone tuk menunggu chat, bermain sosial media, maupun bermain game. Ku merenung, entah kenapa setiap melihat rintikan air hujan memoriku melayang jauh ke suasana kampung halaman. Rasa rinduku ke kampung halaman dan seluruh penghuni yang ada disana. Kubuka lebar-lebar pintu kamar kosku yang berada dilantai dasar. Aku hanya ingin melihat hujan, menyentuh rintikannya dengan telapak tanganku. Hujan selalu mengingatkanku dan membawaku ke dalam kenangan. Hangat pelukan orang tua, sendau gurau dan canda tawa bersama di ruang tamu bersama sebuah lilin yang terpancar menerangi ruangan, dikala itu ibu sedang melipati baju sedangkan aku dan ayahku asik bercakap-cakap.
“Nak, tak terasa sekarang kamu sudah tumbuh menjadi gadis, ingatkah kamu dulu dimasa kecil, ketika ayah belum bisa menuruti permintaanmu, kamu selalu marah dan mogok makan, nakal sekali ya?” kata ayah sambil tersenyum dan menatap wajahku yang tersipu malu.
“Hahaaa, tidak nakal yah, hanya saja aku ingin dimanja, tapi meskipun begitu sikapku, waktu itu aku kan juga bisa membanggakan ayah dan ibu dengan mendapatkan banyak prestasi disekolah, iya kan ?” jawabku sambil cengengesan dan membela diri.
“Halah, kamu ini selalu ada saja alasan tuk membantah. Ya memang prestasi itu hal yang baik, namun jika sikap manjamu itu dikurangi kan malah jauh lebih baik ta nak.” Sahut ibu sambil melipat baju.
Aku hanya diam dan tersenyum sambil sesekali melihat handphoneku.
“Ya benar apa kata ibumu, kamu juga sudah tidak anak kecil lagi, harapan orang tua kan ingin yang terbaik buat anaknya, semoga nantinya bisa membanggakan orang tuamu.” Sahut ayah lagi,
Aku pun hanya tersenyum dan menyimpan dalam benakku akan ku wujudkan keinginan orang tuaku yang menaruh harapannya kepada anak semata wayangnya ini,, lalu kupeluk mereka dengan sejuta rasa kasihku kepada mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar